Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer
Media Pembelajaran Seni Budaya

Apresiasi Seni Rupa

Seni Rupa di Sekitar Kita

Mari kita perhatikan benda-benda di sekitar kita. Seni rupa diterapkan pada beragam benda di sekitar kita. Bentuk cangkir dan hiasannya, gambar pada kaos, gambar pada layar telepon genggam (handphone), patung penghias kota, dekorasi rumah, dan masih banyak lagi. Karya seni rupa diterapkan pada benda atau produk sehari-hari di sekitar kita, sehingga benda menjadi lebih menarik dan lebih bernilai. Semua itu dikerjakan oleh para desainer atau seniman rupa dengan penuh kesungguhan.


Dalam kehidupan sehari-hari, baik disadari atau tidak, kita kerap melakukan penilaian terhadap benda-benda seni rupa. Misalnya pada saat kita memilih barang yang akan dibeli. Dalam proses penilaian tersebut kita akan menilai bagaimana bentuknya, bahannya, warnanya, hiasannya, atau makna barang tersebut bagi anda. Makna barang yang dimaksud dapat dicontohkan misalnya anda menjadi merasa bangga dengan gambar pada kaos tertentu, karena merasa mewakili diri anda. Atau merek tertentu yang membuat anda merasa bangga memakai merek tersebut. Penilaian itu bisa berdasarkan selera pribadi (subjektif) yang belum tentu sama dengan selera orang lain. Dapat juga menilai berdasarkan kriteria tertentu.


Penilaian seperti yang kita lakukan itu disebut sebagai apresiasi.


Gambar : Contoh seni rupa yang diterapkan pada mangkok dan piring keramik

Pengertian Apresiasi

Kata apresiasi merupakan serapan dari bahasa Inggris appreciate, yang berarti “memberikan penilaian atau penghargaan atas kualitas sesuatu”.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (https://kbbi.kemdikbud.go.id/), kata “apresiasi” memiliki 3 (tiga) arti, yaitu:

  1. Kesadaran terhadap nilai seni dan budaya,
  2. Penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu,
  3. Kenaikan nilai barang karena harga pasarnya naik atau permintaan pada barang itu bertambah

Definisi tersebut memperlihatkan bahwa apresiasi berhubungan dengan nilai, yaitu sesuatu yang dianggap berharga. Agar dapat memberikan penghargaan dengan baik, penilaian dilakukan melalui pengamatan, merinci setiap bagian, dan kemudian menyimpulkan. Tentu setiap orang tidak akan selalu menghasilkan penilaian yang sama terhadap suatu karya seni. Ada kalanya orang hanya dapat menyatakan “menyukai” saja tanpa dapat menjelaskan mengapa ia menyukai, ada pula yang dapat menjelaskan mengapa dia menyukainya. Kadar kualitas penilaian setiap orang bisa berbeda, karena dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan tentang suatu karya seni tersebut, pengalamannya dalam berkarya, serta selera.


Demikian pula dalam mengapresiasi karya seni rupa. Mengapresiasi sebuah karya seni rupa dapat kita lakukan dalam berbagai tahapan. Dari mulai sekedar menyukai, ingin mengetahui lebih jauh tentang makna dibalik karya, hingga mengoleksinya.


Semua orang dapat meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap karya seni rupa. Semakin sering berapresiasi, dapat meningkatkan kemampuan apresiasi. Caranya yaitu dengan sering mengamati karya seni rupa yang ada di buku, di dunia maya (internet), mengunjungi pameran, berkunjung ke galeri, atau mengunjungi sanggar (tempat berkarya seniman).


Komponen Karya Seni Rupa

Seperti sudah diketahui, pekerjaan dalam bidang seni rupa itu beragam, diantaranya seniman lukis, pematung, desainer, pengrajin, fotografer dan lain-lain.


Seorang perupa dalam berkarya akan mengolah elemen-elemen visual, seperti garis, bidang, tekstur, warna, dan ruang sedemikian rupa menjadi sebuah komposisi, untuk membangun isi atau pesan tertentu pada karya.

Sebuah karya seni rupa tersusun dari 3 (tiga) komponen karya, yaitu:

  1. Elemen visual (garis, bidang, bentuk, warna, tekstur, ruang)
  2. Komposisi (kesatuan, keseimbangan, irama, dan pola)
  3. Isi/pesan

Ketiga komponen ini merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Elemen-elemen visual disusun dalam sebuah komposisi untuk menyampaikan pesan.


Keseluruhannya secara terpadu tersusun menjadi sebuah sarana untuk mengkomunikasikan ekspresi dan gagasan dari seniman kepada orang lain. Karya seni rupa tidak ubahnya sebuah media komunikasi dalam bahasa rupa atau bahasa visual.


Pengetahuan kita tentang komponen-komponen karya di atas, dapat membantu kita dalam mengapresiasi dan memahami sebuah karya.


Karya Representasional dan Nonrepresentasional


Berdasarkan penggambaran objeknya, karya seni rupa dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu penggambaran yang representasional dan nonrepresentasional.

Penggambaran representasional, adalah karya yang menampilkan penggambaran objek yang mudah kita kenali. Misalnya, gambar orang, pohon, binatang dan lain-lain.


Penggambaran non representasional, adalah karya yang menampilkan penggambaran objek tidak seperti bentuk bentuk alam yang kita kenali. Misalnya bentuk bulat, kotak-kotak, garis-garis, dan lain-lain.


Bagaimanakah kita mengapresiasi kedua jenis karya ini?


Judul: Harimau Minum

Pelukis: Raden Saleh

Tahun pembuatan: 1863


Judul: Renungan Malam
Pelukis: Nashar
Tahun pembuatan : 1978


Jenis dan Teknik Apresiasi

Berdasarkan pada tingkat kemampuan dalam berapresiasi, apresiasi seni dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni apresiasi empatik, apresiasi estetis, dan apresiasi kritis.


Apresiasi Empatik

Secara harfiah, empati artinya ikut merasakan atau memikirkan hal yang dirasakan orang lain. Dalam apresiasi empatik apresiator berusaha ikut merasakan apa yang digambarkan di dalam karya. Contohnya ketika kita mendengarkan musik, kita ikut terhanyut oleh musik serta syair lagu yang dibawakan. Ketika kita mendengarkan lagu “Gugur Bunga” perasaan kita terbawa pada suasana kesedihan gugurnya seorang pahlawan.


Sebagai panduan apresiasi, jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan apa yang anda rasakan:

• Apa tema lukisan ini?

• Berdasarkan penglihatan anda, kira kira ini suasana pada lukisan itu jam berapa?

• Bayangkan kita berada di sana, ceritakan apa yang anda rasakan?

• Tunjukkan hal yang paling menarik pada lukisan itu?

Nah, kira-kira seperti itulah apresiasi empatik itu berlangsung.


Apresiasi Estetis

Dalam apresiasi estetis apresiator bukan hanya merasakan suasana seperti pada apresiasi empatik. Apresiator berusaha memahami karya tersebut dengan mengeksplorasi lebih jauh lagi dengan menelisik unsur-unsur visual pada karya untuk memahami pesan di balik karya tersebut.


Apresiator mungkin mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri pada lukisan itu, misalnya: Apa maksud pelukis? Apresiator kemudian mulai mengamati lebih detail lukisan tersebut.


Apresiasi Kritis

Apresiasi kritis adalah apresiasi untuk menilai kualitas karya. Apresiasi kritis biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas dalam bidang seni sesuai yang ia amati, seperti kritikus seni atau peneliti seni. Berbeda dengan apresiasi empatik dan apresiasi estetis, apresiasi kritis menekankan pada penilaian objektif berdasarkan ilmu seni yang sudah dipelajari.


Dalam kegiatan apresiasi kritis, apresiator akan melakukan analisa mendalam. Baik yang tampak pada karya (aspek intrinsik) seperti garis, warna, bidang, tekstur, ruang, bahan, dan teknik pembuatan; maupun aspek yang tidak tampak (aspek ekstrinsik) seperti konsep seni, latar belakang budaya seniman, dan dikaitkan dengan sejarah perkembangan. Dari analisis tersebut apresiator melakukan pemaknaan, dan menilai karya tersebut. Hasilnya adalah sebuah catatan kritik yang bisa dipublikasikan melalui media publikasi seperti buku, media massa dan sejenisnya. Catatan apresiasi kritis, biasanya dijadikan rujukan apresiasi oleh para penikmat seni, kolektor, pedagang seni dan menjadi masukan bagi senimannya.


Kritik seni memiliki peran penting dalam perkembangan seni rupa. Catatan-catatan kritik seni yang dipublikasikan pada periode tertentu dapat digunakan untuk melihat perkembangan pemikiran dan praktik seni pada periode tersebut.


Mengapresiasi Karya Seni Rupa Non Representasional

Pernahkan anda tertarik dengan sebuah kaos polos karena warnanya? Atau menikmati langit berwarna jingga pada sore hari? 

Keduanya tidak menggambarkan bentuk seperti yang kita kenali, tetapi memiliki daya tarik bukan?


Anda tertarik dengan warna kaos, karena warnanya. Warna kaos ini bukan warna yang mewakili bentuk apapun. Demikian pula dengan langit berwarna jingga, tidak menggambarkan suatu bentuk apapun (non representasional), selain warna jingga itu sendiri.

Mengapresiasi karya seni rupa non representasional dapat diumpamakan seperti itu. 


Untuk meningkatkan kualitas apresiasi, kita dapat memperdalam ilmu seni, sering melakukan apresiasi seperti mengunjungi pameran, mengakses situs seni rupa yang banyak tersebar di internet, berkunjung ke studio seniman, atau tempat kerja pengrajin di daerah anda.

__________________________

Sumber :

Buku Panduan Guru Seni Rupa untuk SMA Kelas XI

Penerbit Pusat Perbukuan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

https://buku.kemdikbud.go.id